Load balancing adalah salah satu cara yang efektif bagi bisnis untuk mengatasi naiknya kunjungan pengguna pada website.
Tak dapat dipungkiri, situs web bisa mendapatkan ratusan atau ribuan kunjungan dan permintaan data setiap harinya. Terlebih lagi ketika peak season.
Di saat seperti ini, server berada di bawah tekanan untuk merespons semua permintaan tersebut dengan memberikan media foto, video, dan data lainnya.
Lama-kelamaan, server bisa mengalami downtime. Hal ini tentu akan memberikan dampak kurang baik pada website. Oleh karena itu, load balancing dibutuhkan.
Yuk, simak penjelasan mengenai apa itu load balancing dalam artikel berikut ini!
Apa itu Load Balancing?
Load balancing adalah proses pendistribusian trafik ke beberapa komputer atau server. Hal ini ditujukan untuk mengurangi beban salah satu server.
Dengan demikian, server bisa bekerja dengan maksimal dan tidak mengganggu performa situs web atau aplikasi.
Jika diumpamakan, server adalah kasir dan trafik adalah orang yang ingin membayar di kasir. Jika kasir yang dibuka hanya 1, maka orang-orang akan membutuhkan banyak waktu untuk mengantre.
Namun, jika antrean tersebut dibagi ke kasir-kasir lainnya, maka kegiatan pembayaran bisa dilakukan dengan lebih cepat dan efektif. Nah, seperti inilah gambaran pendistribusian trafik ke server.
Fungsi Load Balancing
Load balancing adalah tentang pengaturan trafik situs web atau aplikasi agar terdistribusi secara optimal, sehingga tidak ada server yang kelebihan beban.
Adapun fungsi load balancing adalah sebagai berikut:
1. Skalabilitas untuk Memenuhi Lonjakan Lalu Lintas
Pertama, yaitu membantu memenuhi lonjakan trafik situs web atau aplikasi. Lonjakan trafik yang tinggi membuat server bisa kelebihan beban. Apabila hal ini terjadi, sever bisa mengalami down.
Nah, untuk mengantisipasi hal ini, load balancer membagi setiap request dan trafik yang masuk ke beberapa server.
Sebagai contoh, situs web Sitespirit mendapatkan lonjakan lalu lintas jaringan selama musim liburan dan selama promosi.
Saat waktunya tiba, server akan mendapatkan banyak permintaan dari user secara tiba-tiba. Kemudian, load balancer hadir untuk mendistribusikan permintaan tersebut pada server yang tidak sibuk.
Dengan demikian, trafik situs web akan lancar, server tidak akan down, dan Anda bisa mengharapkan return bisnis yang besar.
2. Redundansi untuk Meminimalkan Waktu Henti
Tidak jarang, server situs web gagal menangani lonjakan lalu lintas yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Jika hal ini terjadi, load balancing akan membantu mentransfer beban jaringan ke server lain yang masih bisa berfungsi. Dengan begitu, Anda bisa meminimalisasi downtime.
3. Fleksibilitas untuk Melakukan Perawatan
Kemampuan mengalihkan lalu lintas ke server pasif untuk sementara memungkinkan adanya fleksibilitas dalam melakukan pemeliharaan website.
Dalam hal ini, Anda dapat mengarahkan semua lalu lintas ke satu server dan mengatur load balancing dalam mode aktif.
Setelah itu, tim dukungan IT Anda dapat melakukan pembaruan perangkat lunak di server pasif, menguji di lingkungan produksi, dan mengalihkan server ke mode aktif setelah semuanya berfungsi dengan baik.
4. Deteksi Kegagalan Proaktif
Load balancing membantu bisnis mendeteksi adanya server down. Saat ini terjadi, load balancing akan mengabaikan hal tersebut dengan cara mendistribusikan sumber daya ke server lain yang tidak terpengaruh.
Hal ini memungkinkan Anda untuk mengelola server secara efisien, terutama jika trafik didistribusikan di beberapa pusat data dan penyedia cloud.
5. Mitigasi serangan DDoS
Kemampuan load balancing dalam mendistribusikan lalu lintas di seluruh server berguna untuk mempertahankan diri dari serangan Distributed Denial of Service (DDoS).
Ketika satu server kelebihan beban oleh serangan DDoS, load balancing akan membantu merute ulang trafik dan mengalihkannya ke server lain.
Cara ini dapat menghilangkan satu titik kegagalan dan membuat jaringan Anda tahan terhadap serangan semacam itu.
Jenis-Jenis Load Balancing
Dalam praktiknya, terdapat 2 jenis utama load balancing. Adapun jenis-jenis load balancing adalah sebagai berikut:
1. Hardware Load Balancer
Dilihat dari namanya, mungkin Anda sudah bisa menebak bagaimana bentuk dari hardware load balancer.
Ya, jenis satu ini berbentuk perangkat keras yang harus diletakkan jadi satu di tempat server berada.
Diketahui, hardware load balancer bisa menampung trafik dalam jumlah yang besar. Namun, jenis satu ini tergolong mahal dan tidak fleksibel.
2. Software Load Balancer
Software load balancer merupakan load balancing yang lebih fleksibel dibandingkan dengan jenis sebelumnya.
Untuk jenis satu ini, Anda bisa memasangnya dengan cara meng-instal software di server atau virtual machine.
Jika sudah dipasang, Anda bisa menyesuaikan load balancer sesuai dengan kebutuhan dan permintaan user yang diterima.
Cara Kerja Load Balancing
Di bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa, load balancing adalah proses distribusi trafik ke beberapa server. Pertanyaannya, bagaimana cara kerjanya?
Jadi, load balancing memiliki alat yang bernama load balancer, baik berupa software ataupun hardware.
Nah, setiap ada request masuk dari user, load balancer ini akan memilih server mana yang bisa menerima permintaan tersebut.
Setelah itu, load balancer akan meneruskan permintaan yang diberikan oleh para pengguna ke server yang sudah dipilih. Nah, proses ini berulang setiap ada request dari user.
Terkadang, peran load balancing disebut sebagai polisi lalu lintas. Pasalnya, load balancing mengarahkan permintaan secara sistematis ke lokasi/server yang tepat menggunakan load balancer.
Peran ini dapat mencegah kemacetan trafik dan insiden yang tidak terduga. Dengan demikian, performa situs web atau aplikasi tidak akan terganggu.
Metode Load Balancing
Dalam penjelasan sebelumnya, telah dikatakan bahwa, sebelum meneruskan request user, load balancer akan memilih server-nya terlebih dahulu.
Nah, untuk memilih server tersebut, load balancer menggunakan beberapa metode, di antaranya yaitu sebagai berikut:
1. Round-Robin
Round-robin adalah metode load balancing yang paling sederhana. Ini hanya memindahkan permintaan melalui daftar server yang ada dalam urutan yang sama.
2. Least Connection
Metode koneksi terkecil sedikit lebih canggih. Metode ini mengirimkan permintaan ke server yang paling tidak sibuk, atau server yang memproses beban kerja paling sedikit pada saat tertentu
3. Least Response Time
Least response time memilih server berdasarkan kecepatan pemrosesan tercepat dan permintaan aktif paling sedikit.
Pendekatan ini dapat mengintegrasikan algoritma penyeimbang beban yang secara konsisten memberikan preferensi ke server dengan kapasitas komputasi atau memori yang lebih tinggi
4. IP Hash
Metode selanjutnya, yaitu IP hash. Metode ini bekerja dengan cara memberikan kunci hash unik ke alamat IP sumber dan tujuan klien serta server.
Jadi, ketika ada pengguna yang sama kembali dan membuat permintaan lain, permintaan tersebut akan diarahkan ke server yang sama. Sebab, server menyimpan data apa pun yang dimasukkan selama sesi sebelumnya.
5. Least Bandwidth
Ketika menggunakan metode least bandwidth, load balancer akan mencari server yang memiliki trafik Mbps paling sedikit.
Load Balancing Software Vs Load Balancing Hardware
Load balancing berbasis hardware bekerja dengan menggunakan perangkat keras dan perangkat fisik lokal untuk mendistribusikan beban jaringan.
Perangkat ini mampu menangani lalu lintas jaringan yang besar dan aplikasi berkinerja tinggi.
Hardware ini juga dapat berisi virtualisasi internal, yang menggabungkan banyak instance di perangkat yang sama.
Karena jenis hardware menggunakan prosesor khusus untuk menjalankan perangkat lunak, perangkat ini menawarkan throughput yang cepat.
Namun, sisi negatifnya adalah harganya mahal karena memerlukan pembelian mesin fisik dan konsultan berbayar untuk mengonfigurasi, memprogram, dan memelihara perangkat keras.
Di sisi lain, jenis software memiliki harga yang lebih terjangkau dan dapat berjalan di berbagai perangkat dengan standar apa pun. Dengan demikian, jenis satu ini bisa menghemat ruang dan biaya pembelian.
Jenis perangkat lunak menawarkan lebih banyak fleksibilitas untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan yang mungkin terjadi.
Selain itu, jenis ini juga memungkinkan Anda untuk meningkatkan kapasitas dengan menambahkan lebih banyak instance perangkat lunak.
Dalam praktiknya, loading balancing software menggunakan Domain Name System (DNS) untuk mendistribusikan request ke berbagai server.
Setiap kali DNS menanggapi permintaan klien baru, sistem akan mengirimkan versi daftar alamat IP yang berbeda.
Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa permintaan DNS didistribusikan secara merata ke server yang berbeda untuk menangani beban keseluruhan.
Demikian penjelasan yang dapat disampaikan. Jika disimpulkan, load balancing adalah proses pendistribusian lalu lintas jaringan ke berbagai server.
Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas pengguna dan keandalan aplikasi secara keseluruhan.
Peralatan load balancing fisik memiliki tampilan yang mirip dengan router. Mereka terhubung ke infrastruktur jaringan dengan cara yang sama seperti router atau server lain.
Sebaliknya, perangkat load balancing virtual bekerja dengan cara yang mirip dengan server virtual atau komputer virtual di jaringan Anda.
Mereka akan mendistribusikan permintaan user tanpa menggunakan perangkat fisik, sehingga menghemat ruang dan lebih fleksibel.
Bagi Anda yang memiliki situs web atau aplikasi dengan trafik tinggi, penggunaan load balancing akan membantu meningkatkan performa website.
Perlu dicatat, selain menggunakan load balancing, pastikan juga untuk melakukan website maintenance secara rutin agar performa situs web bisa optimal.
Gunakan jasa website maintenance untuk situs web yang lebih optimal!